Jumaat, 30 Oktober 2009

Mari Belajar Menjaga Lisan....


“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan katakanlah perkataan yang tepat (benar dalam segala perkara).” [ Al Ahzab: 70].

Rasulullah SAW bersabda,

“siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam.” [ hadis Riwayat Bukhari dan Muslim].

Nabi Muhammad SAW termasuk oarng yang sangat jarang berbicara, tetapi setiap kali berbicara pasti kebenarannya. Setiap butir kata bagaikan untaian mutiara yang indah, berharga, bermakna dan monumental. Bahkan mampu menembu, mengegarkan, meghujam, dan memiliki daya ubah hingga menjadi kebaikan bagi sesiapa pun yang mendengarnya.

Mulut kita ini ibarat corong teko. Teko hanya akan mengeluarkan isi yang ada. Kalau di dalamnya air bersih maka yang keluarnya bersih. Kalau di dalamnya air kotor, maka yang keluarnya pun kotor. Kerananya bila kita ingin mengetahui derajat seseorang, lihatlah dari apa yang diucapkannya. Sebuah kitab mengisyaratkan tentang derajat orang dilihat dari perbicaraannya.

Pertama, orang yang berkualitas. Cirinya, jika berbicara sarat dengan hikmah, solusi, idea, gagasan, ilmu, atau zikir. Jika diajak berbincang apa pun kesudahannya selalu bermanfaat.

Kedua, orang yang biasa-biasa. Cirinya sibuk menceritakan peristiwa, hampir segala peristiwa dikomentari. Tidak terlarang menceritakan peristiwa, tapi renungkanlah ada manfaatnya atau tidak.

Ketiga, orang yang rendahan. Cirinya selalu mengeluh, mencela, atau menghina. Keempat, orang yang dangkal. Cirinya sibuk menyebut-nyebut amal, jasa, dan kebaikannya. Orang seperti ini ibarat gelas kosong yang inginnya diisi terus. Orang yang kosong dari harga diri, inginnya dihargai terus.

Bagaimana halnya orang yang suka bergosip? Bergosip sepertinya merupakan hal yang umum, padahal itu termasuk dosa besar dan tak akan diampunkan Allah sebelum dimaafkan oleh orang yang digosipi. Gosip adalah menceritakan keburukan orang lain yang bila didengarnya akan menyakitkan hati.

Bila keburukan yang diceritakan itu benar maka itu adalah ghibah yang dosanya sama memakan bangkai saudaranya sendiri. Tapi bila yang dibicarakannya itu ternyata salah, maka itu adalah fitnah yang dosanya lebih keji daripada membunuh. Oleh itu, jangan sesekali mahu cuba terlibat dalam perbicaraan tentang keburukan orang lain, kerana boleh jadi kita menfitnah orang tanpa kita sedar.

Bagaimana menghadapi orang yang tak mampu menjaga lidahnya? Kita tak mampu memaksa orang lain untuk bersikap sesuai dengan keinginan kita, tapi kita mampu memaksa diri kita untuk memberikan sikap terbaik terhadap orang lain.

Dengarlah perbicaraan orang lain sepanjang dalam kebenaran, tapi bila yang dibicarakan kebatilan, maka kita harus menolong orang yang berbuat zalim dan dizalimi. Kita harus berani mempersingkat perbicaraan, memberhenti, atau meninggalkannya. Syukur kalau kita mampu memberi contoh bagaimana cara berbicara yang baik dan memberi ilmu bagaimana menjaga lisan. Yang pasti jangan dihina, direndahkan atau diremehkan, sebab kita mampu menjaga lisan punkerana pertolongan dan taufik Allah jua, hingga kita adalah berhutang kepada orang2 yang belum baik lisannya.

Bagaimana pula bila ada orang yang rajin membaca Alquran, tapi lisannya tak terjaga? Kita jangan terlalu mudah menilai orang lain, sebaiknya kita husnudzan dulu. Mungkin ia sedang berusaha keras menjaga lisannya, tetapi belum mencapai hasil yang diharapkan. Ada orang yang lahir di lingkungan yang buruk sekali sedemikian rupa hingga, walaupun ia banyak belajar ilmu agama dan sudah berusaha untuk berubah, pengaruh masa lalunya masih kuat sekali. Orang ini perlu perjuangan yang lebih gigih daripada orang2 yang lahir dalam lingkungan yang baik.

Tidak pernah seseorang terampil menjaga lisannya kecuali dengan ilmu dan kesungguhan melatih diri. Percayalah, makin banyak bicara, makin banyak peluang tergelincir lidah. Dan kalau tergelincir lidah, selain berdosa juga kehormatan kita akan runtuh. Tapi orang yang banyak bicara tak selalu berarti buruk. Yang buruk itu adalah orang banyak membicarakan kebatilan. Para guru, ustaz, atau pensyarah justru mampu jadi masalah jika tak berbicara pula..

Moga Allah sentiasa memelihara lidah kita daripada berkata-kata perkara yang batil..insyallah

Wallahu a’lam..

RUJUKAN : Menjemput Rezeki Dengan Berkah

1 ulasan:

farhana berkata...

salam

betul tu setiap percakapan yang dikeluarkan perlulah kita tapiskan dulu.. apabila dah terkeluar akan menyesal kalo kita bercakap tanpa berfikir.. ajarlah diri untuk mengeluarkan kata-kata yang baik dan menahan diri daripada mengeluarkan kata-kata yang tidak baik..

best2 entry nh..teruskan menulis..=)